Oleh: Windy
Tulisan ini saya buat sekedar untuk berbagi pengalaman. Mungkin ada di antara pembaca MP yang memiliki anak dengan masalah yang sama: terlambat bicara.
Banyak orang langsung berpandangan negatif apabila mendengar kata "terapi". Apalagi kalau terapi ini melibatkan anak-anak. Pasti bertanya-tanya, "anaknya special needs yah?". Saya salah satu ibu yang mengalami hal tersebut.
Perkembangan motorik anak pertama saya mengalami keterlambatan bila dibandingkan anak lain seusianya. Baru bisa merangkak setelah usia 10 bulan (sebelumnya hanya bisa ngesot). Mulai bisa berdiri usia 13 bulan dan akhirnya bisa berjalan usia 14 bulan.
Usia 2 tahun 2 bulan ketika diobservasi, masih belum bisa meloncat dan belum ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hanya bahasa planet yang digunakannya untuk berkomunikasi.
Akhirnya, diputuskan untuk membawa si sulung ke salah satu klinik tumbuh kembang anak. Setelah di observasi, tidak ditemukan masalah medis dan kognitif, hanya speech delay (terlambat bicara). Dokter menyarankan untuk terapi wicara dan terapi okupasi.
Sebelum membawa anak ke pusat terapi, dapat melakukan stimulasi sendiri di rumah, dengan menggunakan berbagai macam mainan.
Stimulasi yang dilakukan pada terapi wicara menggunakan menggunakan beberapa alat, yaitu:
1. Mainan
terapis mengajak bicara si anak sambil bermain. Mainannya bisa mobil, pesawat, atau kereta (karena anak laki-laki). Lalu mulai mengarang cerita, seperti: "Mobil merah jalan ke pasar. Berhenti, ada lampu merah. Lampu sudah hijau, jalan lagi. Yah, mobilnya tabrakan"... dan seterusnya. Cerita disampaikan dengan penekanan kata-kata yang pelan dan jelas.
Anak dikenalkan pada jenis-jenis binatang yang terdapat di kartu/buku. Lalu diceritakan tentang ciri-ciri khususnya, seperti: "Ini sapi, warnanya putih, bunyinya mooo, makannya rumput", dan seterusnya.
3. Puzzle
Setelah menyusun puzzle, terapis menceritakan gambar yang terdapat di puzzle tersebut.
4. Alat tiup
Untuk melatih otot bicaranya, anak meniup bubbles, peluit, lilin, atau tissue.
5. Alat tulis
Alat-alat seperti kertas, pensil, gunting dipakai untuk terapi okupasi. Anak dilatih untuk membuat garis lurus dan lingkaran. Lalu mewarnai, menggunting dan menempel kertas (seperti kegiatan TK). Termasuk juga menyobek kertas, mulai dari yang tipis hingga yang tebal. Ini untuk melatih motorik halus anak.
6. Untuk melatih motorik halusnya, terutama jari jemari, maenannya pun maenan sehari2, yg sering diliat di playgroup or TK. Dilatih pake peg board, menjahit/menjelujur, membuat beads, nyusun balok, memasukan benda berbentuk ke wadahnya.
7. Bola
Untuk melatih motorik kasarnya, anak melakukan meempar dan menendang bola.
8. Sedotan
Untuk menstimulasi/latihan gerakan otot mulut/bicara, minum dengan menggunakan sedotan. Terutama minum jus yang agak pekat seperti pepaya atau alpukat. Lalu mulai makan padat agar anak mulai belajar mengunyah, karena makanan yang lembut membuat otot mulut/bicara menjadi "malas".
9. Permainan bertekstur
Latihan taktil juga diperlukan. Dengan bermain playdoh, pasir, atau mainan apapun yg bertekstur. Berjalan di rumput, batu atau pasir tanpa alas kaki.
Demikian serangkaian alat yang digunakan pada sesi terapi anak sulung saya. Semua peralatannya mudah didapat disekitar kita, sehingga bisa saja dilakukan sendiri di rumah. Lakukan latihan tersebut minimal 15 menit - 1/2 jam sehari, atau bisa di bagi-bagi misalnya 5 menit di pagi hari untuk latihan menulis, nanti 10 menit sebelum tidur untuk membaca cerita. Disesuaikan saja dengan kesibukan kita atau mood si anak..
Saran saya, kalau sudah terapi di rumah tetapi belum ada kemajuan yang signifikan, saat usia 3 tahun bawa saja anaknya ke klinik tumbang (tumbuh kembang) anak. Mungkin saja ada hal-hal lain yang tidak bisa kita deteksi, seperti hiperaktif (ADHD), ADD, hipoaktif, asperger atau hal lainnya yang hanya bisa dilihat dari serangkaian tes yang dilakukan oleh dokter/psikolog.
Ilustrasi: http://pic-collage.com
No comments:
Post a Comment